Mengukur
pemanasan global
Pada awal 1896, para ilmuwan
beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer
dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para
peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International
Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan
terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu,
komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan
menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah
kaca di atmosfer.
Para ilmuwan juga telah lama menduga
bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka
tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu
ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun
pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu
kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak
memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini
hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun
cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga
pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan
kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak
1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh
dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini
memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan
planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa
kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat
pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus
tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi
setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya
tahun 2001, Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara
global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861.
Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas
manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi
peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0
hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa
meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100,
iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah
dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama
seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.[15]
Jika emisi gas rumah kaca terus
meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat
meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa
sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis.
Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali
sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko
populasi yang sangat besar.
Model
iklim
Perhitungan pemanasan global pada
tahun 2001 dari beberapa model
iklim berdasarkan scenario SRES
A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Model
iklim global
Para ilmuwan telah mempelajari
pemanasan global berdas
arkan model-model computer
berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan
proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan
kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas
rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat. Walaupun digunakan
asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca pada masa depan, sensitivitas
iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur
ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC
memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F
hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Model-model iklim juga
digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat
ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model
terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan
kemiripan yang cukup baik dengan perubahan suhu global hasil pengamatan selama
seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim.
Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi
antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas
manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975
didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim,
ketika menghitung iklim pada masa depan, dilakukan berdasarkan
skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap
Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES)
IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi
terhadap siklus karbon; yang
biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum
pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan
200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa
umpan balik positif.
Pengaruh awan juga merupakan salah
satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang
dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan
masalah ini. Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut
mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak
langsung dari variasi Matahari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar